Pernah tidak kamu membaca sebuah kutipan buku entah di mana dan kamu terus-terusan teringat dengan kalimat itu sampai kini? Aku pernah. Berikut ini adalah kalimatnya.
“Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang?”
– Dee Lestari
Sejujurnya, aku tidak tahu harus memikirkan siapa ketika berbicara tentang jarak. Detik ketika kalimat ini akhirnya terbentuk, ada banyak sekali orang terkasih yang berada jauh dari jangkuan. Namun, bukankah kita merasa perlu berterima kasih pada jarak?
Tanpa jarak, barangkali kita tak pernah mengenal rindu yang sesungguhnya. Tanpa jarak, apakah kita masih akan mengistimewakan sebuah temu? Dan sekadar menganggap biasa setiap momen bersama orang-orang terkasih? Dari jarak, kita belajar bahwa terkadang kita butuh ruang spesial, sudut pandang spesial, dan pemaknaan yang spesial setiap kali waktu memberi kita kesempatan untuk tak berjarak dengan mereka yang terkasih.
Jarak harusnya bukanlah sebuah persoalan pelik, meski tak dimungkiri rindu adalah perasaan yang juga rumit. Tapi toh jarak bukanlah objek yang harus selalu disalahkan. Mengapa tidak kita coba menggunakan sudut pandang spesial kita bahwa jarak adalah mesin istimewa yang bisa memproduksi banyak cerita yang akan disemai bersama, tiap kali ada kesempatan bertemu kelak?
4 November 2020
3 responses to “Tentang Jarak”
Mari indahkan jarak😁
LikeLiked by 1 person
Jarak bukan perisai😁
LikeLiked by 1 person
Ku suka jarak, PSBB
LikeLike